Selasa, 27 November 2012

Dialektika Kebenaran 1

Meski telah ada kebenaran hakiki yang datang nya dari Yang Maha Benar, namun jika ada yang mencoba menetaskan kebenaran melalui alur logika pikir dan rasa dengan sistematika analogis, maka tidak pula menjadi alergi untuk bersenang-senang ber-analogi ria. Karena semua itupun hanya akan semakin menunjukkan kebenaran Nya lah yang terbenar.

Mari kita bersenang-senang ber-analogi ria, yang akan menempatkan kemungkinan/probabilitas sebagai simpul filter nya:

Setidaknya akan selalu ada 3 atau lebih probabilitas dalam sebuah fakta yang dihadapi. Namun akan selalu ada satu hal yang tidak mungkin terjadi.

Contoh A: Kasus perdebatan warna tentang lidi/biting biasa:

- dia mengatakan warna lidi/biting itu adalah merah

- tapi mereka mengatakan warna lidi itu kuning

probabilitas:
1. Warna lidi itu merah
2. Warna lidi itu kuning
3. Warna lidi itu berada di antara merah & kuning (bisa kuning marun atau merang redup dst)
4. Warna lidi itu tidak merah, juga tidak kuning

*tapi tidak mungkin warna lidi itu berubah-ubah terkadang kuning dan terkadang merah. Hari ini kuning besok merah, besoknya kuning besoknya merah. Karena Lidi itu lidi biasa, bukan lidi elektronik ataupun lidi jadi-jadian.


Contoh B: Kasus perdebatan antara gemuk dan kurus


- dia mengatakan orang yang dihadapannya itu gemuk
- yang lainya/mereka mengatakan orang yang dihadapannya itu kurus

probabilitas:
1. Orang tersebut gemuk
2. Orang tersebut kurus
3. Orang tersebut tidak kurus, tidak juga gemuk (sedang)
4. dst..

*tapi tidak mungkin orang tersebut dilihat oleh dia ataupun yang lainnya saat itu berubah-rubah kadang-kadang gemuk, kadang-kadang kurus. Satu menit sebelumnya gemuk, satu menit kemudian berubah kurus, gemuk lagi, kurus lagi, pada satu waktu tatapan dari dia & yg lainnya.

Selebihnya silahkan masukkan sendiri kasus-kasus lainnya, semua akan merujuk pada satu kejelasan, kepastian, sesuatu yang menegaskan dan lugas. Karena itulah fitrah manusia, mencari sesuatu yang jelas dan pasti, kepuasan akan kejelasan dan kepastian. 

Karena manusia dengan nilai-nilai kemanusiaannya adalah warna ejawantah dari Tuhan nya sebagai penegas antara yg hitam dan yang putih, yang biru dan yang kuning, yang gemuk dan yang kurus, yang benar dan yang salah dst. Bukan nilai kadang-kadang atau nilai keraguan atau nilai yang "ambigu", yang hitam dikatakan putih, yg putih dikatakan hitam atau sebaliknya; yang putih kadang hitam, yang hitam kadang putih dst. Yang benar dikatakan salah, yang salah dikatakan benar atau sebaliknya; yang benar kadang salah, yang salah kadang benar, dst.

Nilai-nilai ke-Tuhan an yang diamanatkan kepada manusia melalui nilai-nilai kemanusiaanya untuk praktek hidupnya, tidak akan menempatkan kita pada pilihan menjadi "diantaranya". Diantara dua kutub, diantara dua warna, diantara kebenaran & ketidakbenaran, dst. 



*Salam Manusia

2 komentar:

  1. Mencermati tulisan ini, saya menganalogikan seperti layaknya air yang tengah mencoba mendobrak sekaligus menembus bebatuan kehidupan. Namun jika kita mengupasnya dengan kejernihan hati dan pun dilakukan berkali-kali, maka tidak lebih keberadaan memiliki sifat-sifat air itu tadi. Sama saja. Sama-sama berjuang mendapatkan tempat yang layak dimataNya. Sementara untuk hasil dan dproses, masing-masing orang memiliki start yang berbeda. Maka berdamailah dengan perbedaan, berdamailah dengan keunikkan, Tuhan sudah mengkreasikan manusia dengan begitu sempurna. Hanya manusia yang sebenarnya membuat titik dan jeda...

    BalasHapus
  2. Luar biasa, terimakasih Senja Wiladhika atas komentarnya. Benar adanya seperti itu... Karena perbedaan & keunikkan yg ada juga fitrah manusia. Tulisan diatas hanya ingin mencoba menyampaikan, bagaimanapun proses yg dilalui, telaah yang dilakukan dst, manusia tetap dihadapkan pada pilihan-pilihan. Bisa juga pilihannya adalah 'tidak memilih'. Tetap akan sampai pada penetapan pilihan.

    Penetapan pilihan tersebut tergantung pada nilai-nilai kehidupan yang dianutnya. Melalui berbagai Karya, Bentukan, Sinyal, Pertanda, dll dari Kehadiran Warna Tuhan, DIA telah membekali kita dengan berbagai pembelajaran & pengalaman-pengalaman diri maupun orang lain. DIA juga telah membekali kita dengan segala kelengkapan hidup untuk arungi kehidupan menuju kehakikian.

    Konstelasi korektif antara Bekal yang Tuhan tanamkan dalam diri kita dengan Bekal yang Tuhan sebarkan diluar diri kita menjadi sebuah irisan yg sangat indah & menjadi penjelas dari semua dimensi/area yang ada. Wilayah arsiran dari irisan itulah menjadi penegas dari wilayah lainnya, akan terpisah dengan sendirinya, alami.. kadang begitu lembut, kadang begitu kontras, karena begitulah ke-alamian itu mengalir. Dan apapun, bagaimanapun.., ketetapan-ketetapan, keputusan-keputusan, dst sbagai wujud penegas itu tetap akan ada..

    BalasHapus